sweke purwodadi


Kodok (Swike) Goreng Saus Tiram ala me.. 😊

Terinspirasi untuk membuat menu swike saus tiram ini saat belanja bulanan ke Care4, pas sampai di tempat ika...selengkapnya

Dapur Mommy Yuni  

Bahan-bahan

  1. 250 gram daging kodok hijau, yg sudah di kuliti
  2. 1 buah jeruk nipis, ambil airnya
  3. 2 batang daun bawang, rajang miring
  4. 3 buah cabai merah keriting, rajang miring
  5. 1 buah bawang bombay, rajang kasar
  6. 2 sdm Saus tiram
  7. 1 sdm kecap manis
  8. secukupnya minyak goreng untuk mengoreng swike nya
  9. Bumbu halus ;
  10. 4 siung bawang putih
  11. 1 sdt lada putih
  12. 1 sdm mentega untuk menumis bumbu halus
  13. 50 ml air
  14. secukupnya penyedap rasa
  15. secukupnya gula pasir
  16. secukupnya garam beryodium

Langkah

  1. Cuci bersih kodoknya kemudian beri perasan air jeruk nipis dan garam, diamkan kira kira 10 menit kemudian goreng sebentar tapi jangan sampai kering
  2. Panaskan wajan dan beri mentega yang sudah disiapkan, setelah mentega panas masukkan bumbu halus tumis hingga wangi, kemudian masukkan bawang bombay dan cabai aduk aduk hingga layu. Kemudian masukkan saus tiram, kecap manis dan air.
  3. Setelah air mendidih dan bumbunya mengental masukkan kodok yang telah digoreng dengan sesekali diaduk agar tidak gosong. Koreksi rasa tambahkan penyedap rasa dan gula pasir, kemudian masukkan daun bawang. Jika bumbu sudah mengental dan meresap matikan apinya.
  4. Angkat dan sajikan Swike Goreng Saus Tiram ala me selagi masih hangat. Demikian resep swike goreng saus tiram ala saya, selamat mencoba ☺👍
Photo

Wacana Label Halal Swike Purwodadi

Swike adalah makanan khas Purwodadi yang terbuat
dari daging kodok. Foto: Dedy Oktavianus Pardede

Jika Anda berkunjung ke kota Purwodadi, Jawa Tengah, dan bertanya mengenai wisata kuliner di dalamnya, maka Anda akan menemukan jawaban yang sama: Swike. Walaupun bagi penduduk pribumi, keberadaan Swike sebenarnya tidak begitu 'membanggakan' dan merupakan ironi mendasar bagi mereka ketika ditanya mengenai hal ini. Maklum, Swike masih dianggap tabu oleh kebanyakan warga Purwodadi, terutama mereka yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama. Saya sendiri baru mengenal kosakata ini setelah menginjak umur belasan tahun.

Swike adalah makanan khas Purwodadi yang terbuat dari paha kodok. Aslinya hidangan ini berasal dari pengaruh masakan Tionghoa yang masuk ke Indonesia. Konon, istilah Swike berasal dari penggabungan kata swe (air) danke (ayam), yang merupakan slang atau penghalusan untuk menyebut kodok sebagai "ayam air". Jadi, tidak mengherankan jika ada yang mengatakan bahwa rasa dan tekstur sweke adalah perpaduan antara ayam dan ikan.

Namun di balik kelezatannya itu, terdapat masalah utama dalam mengonsumsi Swike. Yaitu masalah agama. Dalam literatur kitab-kitab fikih dijelaskan bahwa daging kodok hukumnya adalah haram. Hal itu didasari ihwal adanya hadits yang melarang untuk membunuh kodok serta binatang lain seperti semut dan lebah. Oleh ulama fikih, larangan membunuh itu diinterpretasikan sebagai keharaman daging kodok, karena jika daging kodok adalah halal tentu nabi tidak akan melarang untuk membunuhnya.
Apabila kita telaah lagi secara saksama, sesungguhnya dalam aturan pangan Islam terdapat perbedaan dalam memandang masalah halal atau haramnya daging kodok. Kebanyakan mazhab utama dalam Islam seperti mazhab Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali secara jelas melarang konsumsi daging kodok karena alasan di atas, akan tetapi mazhab Maliki memperbolehkan umat Islam untuk mengonsumsi kodok karena tidak ada teks eksplisit (nash sharih) yang mengharamkannya. Dan, legalitas halal tersebut hanya berlaku untuk jenis tertentu; yaitu hanya kodok hijau yang biasanya hidup di sawah, sementara kodok-kodok jenis lainnya yang berkulit bintil-bintil seperti kodok budug tidak boleh dikonsumsi karena beracun. Selain itu, Malikiyah juga mensyaratkan kodok tersebut harus disembelih dahulu sebelum dimasak. [Al-Fiqh al-Islâmiy wa adillatuh, juz 4 hlm 145]

Kontroversi mengenai status kehalalan daging kodok sempat mencuat ke publik dan membuat sebagian tokoh masyarakat geram. Beberapa tahun yang lalu misalnya, Majalah Tempo pernah memuat berita mengenai Bupati Demak yang mendesak para pengusaha restoran untuk tidak mengaitkan Swike dengan kabupaten yang bertetangga dengan Purwodadi tersebut. Hal ini karena dianggap dapat mencoreng citra Demak sebagai Kota Wali dan Kota Islam pertama di pulau Jawa, serta kebanyakan warga Demak adalah pengikut mazhab Syafi'i yang mengharamkan daging kodok.

Sebenarnya, untuk "mensterilkan" kota Purwodadi atau Demak dari hewan amfibi ini tidak perlu dengan cara represif seperti yang dilakukan oleh Bupati Demak itu. Lebih ekstrim lagi jika dilakukan dengan menutup paksa rumah makan Swike atau membasmi populasi kodok secara massal. Perbedaan pandangan ulama fikih di atas dapat kita jadikan sebagai pijakan atas justifikasi label halal Swike Purwodadi sekaligus sebagai manifestasi subtansi pesan nabi, "ikhtilâfu ummatî rahmah" (perbedaan pendapat di antara umatku adalah kasih sayang).

Gagasan mengenai halalisasi Swike Purwodadi ini sebenarnya pernah disampaikan oleh guru kami, KH Abdul Wahid Zuhdi, saat mengajarkan kitab Fathul Qarib di PP Al-Ma'ruf Bandungsari Grobogan beberapa tahun yang lalu. "Saya pernah mengajak para kyai dan tokoh masyarakat di Purwodadi untuk menjadikan daging Swike sebagai produk yang halal. Caranya, dengan berpindah ke mazhab Maliki yang membolehkannya." tutur kyai yang dikenal sangat konsisten dengan mazhab Syafi'i ini. "Namun sayangnya, mereka tidak berani menyetujui ajakan saya."

Sungguh sangat ironis jika kita melihat keadaan para pemburu kodok itu. Karena alasan mencari nafkah, mereka harus berjuang keras dengan berjibaku menjelajahi sawah, kebun, ladang, kanal dan sebagainya demi mendapatkan binatang melompat itu. Mereka rela meninggalkan tempat tidurnya yang nyaman, meninggalkan keluarga di rumah, serta mempertaruhkan kesehatannya dengan bergadang semalaman saat musim penghujan tiba. Tidak sampai di situ, sebagai imbas dari pekerjaan yang tidak dibenarkan syari'at Islam itu, menjadikan uang yang dihasilkannya juga tidak bisa dikatakan halal. Belum lagi stigma negatif dari masyarakat sekitar. Tentunya pekerjaan seperti itu bukan sebuah pilihan. Dan jika ada pekerjaan yang lebih laik, pasti mereka akan senang hati beralih profesi.

Pertanyaannya sekarang adalah, mungkinkah wacana di atas dapat direalisasikan? Jawabannya adalah bisa. Asalkan semua elemen masyarakat, mulai dari rakyat kecil, kyai, aktifis dan instansi pemerintah mendukung serta berpartisipasi dalam mewujudkan gagasan ini.

Sebagai langkah awal, bisa dengan memberi sosialisasi kepada masyarakat umum (khususnya para pencari kodok) tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi, semisal cara penyembelihan dan jenis kodok yang diperbolehkan. Di sini peran para kyai dan pemuka agama sangat diperlukan karena menyangkut langsung kepercayaan masyarakat. Kemudian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai otoritas penuh untuk membuat sertifikasi halal juga diajak bekerja sama. Sudah saatnya lembaga semi pemerintah yang didirikan oleh rezim Orde Baru itu lebih memikirkan hal-hal yang seperti ini daripada sibuk memberi label halal makanan yang sudah jelas-jelas halal. Setelah itu, untuk memperkenalkan makanan ini lebih luas, bisa meminta koran Suara Merdeka atau Solo Pos untuk meliput dan mempromosikannya.

Saya meyakini, jika rencana di atas dapat diwujudkan, selain dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, juga dapat membuat kota Purwodadi dikenal oleh khalayak umum. Bukan karena keindahan kotanya saja, tapi juga makanannya yang lezat, sehat dan halal. Sebagaimana slogan resmi kota Purwodadi, BERSEMI, yang merupakan akronim dari kata; Bersih, Sehat, Mantap dan Indah.

ke Purwodadi Cik Ping Pelopor Masakan Swike di Purwodadi

email
Swike Cik Ping Purwodadi
Swike Cik Ping Purwodadi
Hidangan Berbahan Kodok yang Diracik Bumbu Sedemikian Rupa
Di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah khususnya di Kecamatan Purwodadi, kodok menjelma menjadi makanan khas yang digandrungi oleh masyarakat di sana. Mereka menyebutnya Swike. Salah satu penjual Swike yaitu rumah makan "Swike Asli Purwodadi" atau lebih dikenal dengan sebutan Swike Cik Ping yang tak lain adalah nama pemilik rumah makan ini. Tempat makan yang setiap harinya ramai dikunjungi para penikmat kodok itu berlokasi di Jalan Kolonel Sugiono, Kecamatan Purwodadi, Grobogan.
Masakan berbumbu tauco dengan daging kodok sawah ini menjadi sebuah makanan khas telah menyebar ke sejumlah daerah di Indonesia. Rumah makan yang berdiri sejak tahun 1901 ini telah dikelola hingga turunan ke-5. Endah yang akrab dipanggil Cik Ping adalah generasi yang melanjutkan hingga sekarang dan menjadi rujukan bagi pecinta kuliner. Beragam menu berbahan kodok antara lain swike kuah, swike goreng, pepes telur dan krupuk kulit kodok.
Kodok hijau yang habitatnya di persawahan itu, diracik dengan bumbu tradisional menjadi makanan yang kesohor di kalangan para pecandunya. Masakan berkuah layaknya sup yang konon merupakan perpaduan ramuan dari Tionghoa dan lokal ini sangat mengakar kuat di Kabupaten Grobogan terutama di Kota Purwodadi. Bukan perkara mudah, rumah makan Cik Ping telah bertahan lebih dari seabad.
Swike kuahnya cukup enak, bumbu taoconya cukup terasa, demikian juga untuk swike goreng cukup renyah. Yang menarik penyajian nasinya bukan menggunakan piring/mangkok kecil tapi menggunakan mangkok sedang. Hampir semua tembok terisi foto dan lukisan. Tampak foto Cik Ping mendominasi di foto-foto tersebut. Dengan beberapa patung kodok yang dipajang mulai dari pintu masuk sampai di meja kasir, orang akan langsung bisa menebak bahwa tempat ini berjualan kodok.
Selain warga Grobogan, tercatat pula warga luar kota acap kali menyempatkan diri mampir di rumah makan ini. Sampai-sampai, sederet artis kenamaan pernah turut menyambanginya. Harganya cukup terjangkau menyesuaikan rasa lezatnya. Swike kuah dihargai Rp 20.000 per porsi

Komentar